Skip to main content

Mitos "Cuci Piring di Restoran"

Entah sejak kapan muncul anggapan atau persepsi di masyarakat bahwa kalo kamu kekurangan uang untuk membayar makanan di restoran, kamu bisa menggantinya dengan mencuci piring atau minimal bantu bersih-bersih di restoran tersebut. Kenyataannya, dalam kehidupan sehari-hari gak banyak orang yang mencoba opsi tersebut saat kekurangan uang atau ketinggalan dompet. Kebanyakan orang memilih berhutang ke teman makannya, atau menelepon kenalan/keluaga terdekat untuk membantu membayar tagihan. Tapi bagaimana dengan orang yang benar-benar kepepet dan mencoba opsi mencuci piring tersebut?

Scotch-Brite lets young diners wash dishes instead of paying their bill.

Karena penasaran, seorang pengguna Quora* mengajukan pertanyaan terbuka di situs tersebut:
"Will restaurants actually allow you to wash dishes as compensation if you cannot pay?" (Akankah restoran memperbolehkanmu mencuci piring sebagai kompensasi atas ketidakmampuanmu untuk membayar?) Pertanyaan tersebut segera mendapat beragam respon, rata-rata berdasarkan pengalaman orang-orang yang pernah mengalami situasi tersebut. Kebanyakan dari mereka menjawab "No, they won't". Tidak, mereka tidak akan mengizinkan.
Kalo kamu gak punya cukup uang untuk membayar makanan yang telah kamu makan, setidaknya satu dari tiga hal berikut akan terjadi:
1. Jaminan. Restoran tersebut akan memintamu untuk meninggalkan sesuatu sebagai jaminan pelunasan tagihan. "Sesuatu" ini bisa macam-macam, biasanya barang berharga yang nilainya melebihi harga makanan (namanya juga jaminan). Bisa juga jaminan tersebut ialah teman makan: temanmu nunggu di restoran sementara kamu pulang ambil uang.
2. Gratis. Tergantung mood pengelola restoran, jumlah tagihan, dan alasan kamu gak bisa bayar, ada kemungkinan pihak pengelola menggratiskan makananmu dan membiarkan kamu pulang tanpa membayar. Ini jarang terjadi, dan please jangan coba-coba terilhami dengan kemungkinan ini ya. Ntar pembaca malah nyoba pula, kalau-kalau dikasih gratis. Alamak... sebisa mungkin kita gak merugikan orang lain deh. Sepakat?
3. Denda. Pihak restoran memanggil satpam atau polisi dan membuatmu berurusan dengan tuduhan penipuan. Biasanya berujung dengan bayar denda yang ujung-ujungnya lebih mahal daripada harga makanan yang jadi sumber perkara.
Tentu saja daftar di atas gak mutlak terjadi. Apalagi kalo kamu pengunjung setia atau sudah dikenal di restoran tersebut, paling-paling dibolehin bayar pas kunjungan selanjutnya. Malah, dalam beberapa kasus, manager/owner restoran ternyata begitu baik hati hingga melepas begitu saja dan percaya dengan komitmen pelanggan untuk membayar tagihan. Tapi perlu diingat ya, daripada mengalami kejadian canggung dan memalukan begini, lebih baik gak ketinggalan dompet atau lupa ambil uang kan? Semoga setelah membaca ini kamu lebih aware dengan barang bawaan sebelum memesan makanan ya. :p

Keterangan:
*Quora = situs tanya-jawab berbasis komunitas, penggunaannya mirip dengan Yahoo! Answer.

Comments

Popular posts from this blog

Lagu India yang Disadur Menjadi Lagu Dangdut

Contek-menyontek udah gak asing lagi di Indonesia, mulai dari bangku sekolah sampai ke tingkat perfilman, ranah permusikan, dan entah apa lagi. Bahkan, musik dangdut yang didefinisikan sebagai " a music of my country" pun gak luput dari praktek ini. Sudah begitu, nyontek dari negara lain pula. Stadium paling parah dari kegiatan contek-menyontek ini -dan sepatutnya dihindari- adalah plagiarisme. Dalam artikel yang dibahas kali ini, saya gak menggunakan istilah plagiat untuk mendefinisikan lagu-lagu dalam daftar yang akan saya jabarkan, melainkan saduran. Soalnya, beberapa lagu merupakan hasil saduran dan kerjasama, meskipun beberapa lainnya kemungkinan besar memang plagiat. Untuk meyakinkan diri "yang mana" menyadur "yang mana", saya usahakan untuk menyertakan tahun rilis masing-masing lagu.   So , berikut beberapa lagu India yang disadur menjadi lagu dangdut, dari yang terang-terangan sampai yang gak disangka-sangka. Biar lebih seru, coba dengar lag

Jingle Iklan Ikonik di Indonesia

Gak terasa bertemu lagi dengan akhir pekan di minggu kedua bulan Juni. Sabtu yang cerah gini enaknya dipakai jalan-jalan sama teman, leyeh-leyeh santai di kamar sambil baca buku, atau hiburan yang paling monoton: nonton TV. Tapi sebenarnya apa sih yang kamu tonton? Kadang nonton TV tuh kayak nonton iklan diselingi acara TV, bukan acara TV yang diselingi iklan. But somehow , semalas apa pun kamu sama pariwara yang berseliweran di televisi, mau gak mau kadang tetap kamu tonton juga. Ngaku deh. Apalagi iklan yang muncul di sekitar jam tayang acara favoritmu. Kalo lagi males ganti channel ya terpaksa dipantengin juga, terutama kalo acara TV lain yang tayang saat itu yang model begini . Akibatnya, dari sekian banyak iklan tersebut ada aja iklan yang nempel di kepala, entah karena tagline nya, plot nya, atau jingle nya. Gak percaya?  Coba baca kalimat di bawah ini tanpa menyanyikannya: "Kabar gembira untuk kita semua, kulit manggis kini ada ekstraknya"   Iklan produk te

[Lagu Daerah] Pempek Lenjer -Kord Lirik Arti-

Suatu hari di kantin, saya disapa teman saya yang orang Bengkulu. Walaupun saya orang Palembang, tapi karena akar bahasa sama-sama Melayu, maka tak menghalangi kami menggunakan bahasa daerah. Setelah dia berlalu, teman duduk saya yang rata-rata orang Jakarta dan Bogor langsung menimpali: " Roaming cuy , tadi ngobrol apa deh? Ajarin doooong". Terlepas dari respon saya yang hanya cengengesan serta perkataan dia saat itu yang kemungkinan 80% basa-basi dan 20% penasaran, saya jadi kepikiran: "Why not?" Bahasa Palembang itu cukup mudah bagi penutur bahasa Indonesia. Ganti saja huruf belakang kata Indonesia dengan huruf "o", sisanya yah.. memang kadang bahasa Palembang rada *nyemelo . Mengartikan bahasa Palembang ke bahasa Indonesia jadi gampang-gampang susah akibat kata-kata nyemelo itu. Saya percaya, salah satu cara paling ampuh dalam mempelajari bahasa asing ialah dengan sering mendengar lagu bahasa tersebut. Tidak terkecuali untuk bahasa daerah.